Kasidah (qasidah, qasida; bahasa Arab: "قصيدة", bahasa Persia: قصیده atau چكامه dibaca: chakameh) adalah bentuk syair epik kesusastraan Arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim.
Kasidah adalah seni suara yang bernapaskan Islam, dimana lagu-lagunya
banyak mengandung unsur-unsur dakwah Islamiyah dan nasihat-nasihat baik
sesuai ajaran Islam. Biasanya lagu-lagu itu dinyanyikan dengan irama
penuh kegembiraan yang hampir menyerupai irama-irama Timur Tengah dengan diiringi rebana,
yaitu sejenis alat tradisional yang terbuat dari kayu, dibuat dalam
bentuk lingkaran yang dilobangi pada bagian tengahnya kemudian di tempat
yang dilobangi itu di tempel kulit binatang yang telah dibersihkan
bulu-bulunya.
Awalnya rebana berfungsi sebagai instrument dalam menyayikan
lagu-lagu keagamaan berupa pujian-pujian terhadap Allah swt dan
rasul-rasul-Nya, salawat, syair-syair Arab, dan lain lain. Oleh karena
itulah ia disebut rebana yang berasal dari kata rabbana, artinya wahai Tuhan kami (suatu doa dan pujian terhadap Tuhan)
Lagu kasidah modern liriknya juga dibuat dalam bahasa Indonesia
selain Arab. Grup kasidah modern membawa seorang penyanyi bintang yang
dibantu paduan suara wanita. Alat musik yang dimainkan adalah rebana dan mandolin, disertai alat-alat modern, misalnya: biola, gitar listrik, keyboard dan flute. Perintis kasidah modern adalah grup Nasida Ria dari Semarang yang semuanya perempuan. Lagu yang top yakni Perdamaian dari Nasida Ria. Pada tahun 1970-an, Bimbo, Koes Plus dan AKA mengedarkan album kasidah modern.
Tahlilan adalah ritual/upacara selamatan yang dilakukan sebagian umat Islam,
kebanyakan di Indonesia dan kemungkinan di Malaysia, untuk memperingati
dan mendoakan orang yang telah meninggal yang biasanya dilakukan pada
hari pertama kematian
hingga hari ketujuh, dan selanjutnya dilakukan pada hari ke-40, ke-100,
kesatu tahun pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Ada pula yang
melakukan tahlilan pada hari ke-1000.
Kata "Tahlil" sendiri secara harafiah berarti berizikir dengan
mengucap kalimat tauhid "Laa ilaaha illallah" (tiada yang patut disembah
kecuali Allah), yang sesungguhnya bukan zikir yang dikhususkan bagi
upacara memperingati kematian seseorang.
Ritual/upacara ini (berkumpul-kumpul di rumah ahli mayit, berzikir
dan membaca sejumlah ayat Al Qur'an, kemudian mendoakan mayit), menurut
berbagai sumber, bukan merupakan ajaran Islam. Bahkan, berdasarkan
hadist, ritual ini diharamkan, apalagi jika ritual itu dirukunkan pada
1-7 hari, 40 hari, 1000 hari, atau dengan rukun-rukun lainnya.
Ritual/upacara ini oleh beberapa ulama digolongkan sebagai bid'ah.
Upacara tahlilan ditengarai merupakan praktik pada masa transisi yang
dilakukan oleh masyarakat yang baru memeluk Islam, tetapi tidak dapat
meninggalkan kebiasaan mereka yang lama. Berkumpul-kumpul di rumah ahli
mayit bukan hanya terjadi pada masyarakat pra Islam di Indonesia saja,
tetapi di berbagai belahan dunia, termasuk di jazirah Arab. Oleh para
da'i pada waktu itu, ritual yang lama diubah menjadi ritual yang
bernafaskan Islam. Di Indonesia, tahlilan masih membudaya, sehingga
istilah "Tahlilan" dikonotasikan sebagai memperingati kematian
seseorang.
Tahlil, takbir, tahmid dan tasbih pada dasarnya merupakan zikir yang
sangat dianjurkan. Akan tetapi berkumpul-kumpul di kediaman ahli mayit,
apalagi dirukunkan pada hari 1-7, 40 100, dan 1000, kemudian dijamu oleh
ahli mayit, berdasarkan hadits adalah perbuatan haram.
Tahlil, takbir, tahmid, dan tasbih dapat dilakukan setiap hari. Yang
dijamin makbul doanya bagi keselamatan mayit di akhirat adalah doa anak,
yang juga dapat dilakukan setiap hari. Siapapun yang bukan anak mayit
dapat pula mendoakannya, tetapi tidak harus berkumpul di rumah ahli
mayit, dan tidak harus dirukunkan pada hari-hari sebagaimana diuraikan
sebelumnya.
;;
Subscribe to:
Postingan (Atom)